Breaking News

Dugaan Bullying oleh Guru ED di SMA 3 Pangkalpinang: Anak Murid Trauma, Kepala Sekolah Mandul, Dinas Pendidikan Lempar Tangan, TPPK Mati Suri!


Pangkalpinang, Bangka Belitung – Dunia pendidikan Bangka Belitung kembali dipermalukan. Seorang siswa SMA Negeri 3 Pangkalpinang, inisial C, mengalami trauma mendalam setelah diduga menjadi korban bullying oleh guru berinisial ED. Tragisnya, anak ini kini menolak total untuk datang ke sekolah. Lebih miris lagi, pihak sekolah, TPPK, dan Dinas Pendidikan Provinsi justru saling lempar tanggung jawab, bungkam, dan tak satu pun menunjukkan keberanian mengambil tindakan tegas.
Korban Tak Mau Lagi Sekolah, Menangis, Trauma dan Tak Percaya Lagi pada Guru

Informasi yang dihimpun tim investigasi media Jejak Kasus, korban kini mengalami tekanan psikologis yang serius. Ia enggan keluar rumah, menolak berinteraksi, dan bahkan menyebut semua guru itu “jahat”. Dugaan tindakan perundungan dari guru ED bukan hanya membuat anak ini kehilangan semangat, tetapi juga merusak kepercayaan dirinya dan membuatnya menutup diri dari dunia luar.
Kepala Sekolah Bungkam, Tidak Berani Bertindak!

Saat dikonfirmasi, Kepala Sekolah SMAN 3, Suryadi, hanya menyebut laporan sudah ditangani oleh TPPK dan akan diteruskan ke TPPK Provinsi. Tak ada penegasan, tak ada sanksi, bahkan tak ada satu kalimat yang menunjukkan kepedulian terhadap trauma murid tersebut.

Bagaimana mungkin seorang kepala sekolah tidak mampu mengambil sikap ketika muridnya menderita? Atau jangan-jangan sengaja ditutupi agar “nama baik sekolah” tetap harum?

TPPK Mati Suri, Dinas Pendidikan Main Lempar Bola

Ironis. Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di sekolah maupun provinsi hanya berfungsi di atas kertas. Ketika ditanya, mereka justru saling lempar arah: dari Kepala Sekolah ke Sekretaris Dinas, dari Sekretaris ke Plt Kabid SMA, lalu balik lagi ke Satgas Sekolah. Semua diam. Semua berlindung di balik “prosedur” sambil murid menderita dalam sunyi.

Azami, Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi, hanya menjawab singkat:
“Kami sudah koordinasi dengan Plt Kabid SMA.”

Plt Kabid SMA Widodo, saat dikonfirmasi, justru mendorong agar permasalahan diselesaikan “secara kekeluargaan”. Apakah trauma seorang anak cukup diselesaikan dengan pelukan dan permintaan maaf kosong?

UU Perlindungan Anak Sudah Jelas, Tapi Semua Diam!

Padahal sudah sangat jelas, bullying terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 76C disebutkan:

> “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”

Sanksi pidananya pun berat:

Pasal 80 ayat (1): Penjara 3 tahun 6 bulan dan/atau denda Rp72 juta

Jika anak luka berat: Penjara 5 tahun, denda Rp100 juta

Jika anak meninggal: Penjara 15 tahun, denda Rp3 miliar


Lalu pertanyaannya: Kenapa oknum guru ED masih bebas mengajar? Kenapa kepala sekolah tidak menonaktifkan ED? Kenapa TPPK dan dinas pendidikan malah bungkam dan memutar kata-kata?

Anak Bisa Bunuh Diri Karena Bullying, Tapi Semua Pura-Pura Buta

Kasus ini sangat serius. Bullying bukan sekadar “masalah internal”. Ini soal keselamatan anak bangsa. Hari ini mungkin trauma, besok bisa berujung pada depresi berat, bahkan pikiran untuk mengakhiri hidup. Apakah semua pihak menunggu sampai tragedi benar-benar terjadi?

Siapa Bertanggung Jawab Jika Anak Ini Gagal Masa Depannya?

Apakah kepala sekolah akan bertanggung jawab jika anak ini putus sekolah? Apakah Dinas Pendidikan akan hadir jika korban masuk rumah sakit jiwa? Atau semua hanya akan kembali bersembunyi di balik kata “sudah sesuai prosedur”?

Jejak Kasus menuntut:

Nonaktifkan segera guru ED dari aktivitas mengajar

Evaluasi total TPPK sekolah yang tidak berfungsi

Tindak tegas kepala sekolah yang membiarkan masalah berlarut

Bentuk tim investigasi independen untuk mengusut tuntas


Jika pendidikan tidak lagi menjadi tempat aman, maka siapa yang akan menjaga anak-anak kita?


Tim Investigasi Jejak Kasus – Pangkalpinang


-
© Copyright 2022 - CAKRA 86