Breaking News

Laut Dijarah, Hukum Menghilang: Siapa Beking Tambang Ilegal Tembelok-Keranggan?

Mentok, Bangka Barat – Laut di kawasan Tembelok-Keranggan kembali menjadi medan laga para cukong tambang ilegal yang merajalela tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Puluhan ponton isap produksi (PIP) berjejer di perairan, mengeruk sumber daya alam secara terang-terangan tanpa izin, tanpa takut akan sanksi hukum.
Sejak awal Maret 2025, suara mesin ponton menggelegar di laut Tembelok hingga Keranggan. Suaranya menggetarkan air dan seolah menggema dalam keheningan hukum yang membisu. Aktivitas tambang ilegal ini beroperasi tanpa hambatan, menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan dan penindakan aparat di daerah ini.

Sumber terpercaya di lapangan mengungkap adanya jaringan yang kuat di balik praktik ilegal ini. Tokoh seperti RE, diduga orang lapangan yang berafiliasi dengan salah satu smelter swasta, serta SR, warga lokal yang dikenal sebagai “pengatur jalur,” disebut sebagai otak operasi. Mereka mengatur jalur distribusi hasil tambang dan pemasukan dana ilegal.

“Sistemnya jelas. Untuk bisa beroperasi, setiap ponton wajib setor ‘bendera’ sebesar Rp2,5 juta, dibayarkan ke oknum yang mengatasnamakan ormas tertentu. Jadi bukan hanya soal tambang, tapi juga soal mafia penguasa di baliknya,” ungkap seorang penambang kecil yang kecewa karena tak kebagian jatah operasi.

Ironisnya, saat para penambang kecil kerap menjadi sasaran razia dan pengusiran, cukong besar justru bebas berkeliaran tanpa gangguan. Dugaan kuat muncul bahwa para cukong ini mendapatkan perlindungan dari oknum-oknum berpengaruh di berbagai institusi.

“Ini bukan sekadar tambang liar biasa. Ini sudah menjadi persekongkolan besar yang merusak laut dan menghancurkan kehidupan masyarakat pesisir,” kata seorang aktivis lingkungan yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan.

Masyarakat pesisir setempat juga menyuarakan kekecewaan. Kerusakan ekosistem laut yang parah akibat tambang ilegal merusak mata pencaharian mereka, namun tak ada langkah nyata dari pemerintah maupun aparat yang bisa mereka rasakan.

“Kami sudah lelah mendengar janji. Laut kami dirusak, aparat diam. Kalau aparat tak mampu tegakkan hukum, lebih baik mundur saja,” tegas seorang warga Keranggan yang aktif mendokumentasikan aktivitas ilegal ini.

Ke Mana PT Timah?

Masyarakat dan aktivis juga mempertanyakan posisi PT Timah, perusahaan tambang milik negara yang selama ini diharapkan menjadi benteng pengawasan dan pelindung sumber daya alam Bangka Belitung. Namun, di tengah maraknya tambang ilegal yang merajalela, langkah nyata PT Timah dalam memberantas praktik tersebut tampak sangat minim.

“PT Timah seolah absen, padahal ini wilayah yang seharusnya mereka awasi ketat. Kalau perusahaan tambang besar yang punya kapasitas dan kewenangan tidak bergerak, siapa lagi yang akan menjaga laut dan sumber daya kita?” ujar seorang pengamat tambang.

Publik berharap PT Timah segera mengambil sikap tegas, bukan hanya sebagai pengelola tambang resmi, tapi juga sebagai pelopor penegakan hukum lingkungan demi kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat.

Sampai berita ini diturunkan, Polres Bangka Barat belum memberikan klarifikasi apapun. Upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan berulang kali hanya berujung pada keheningan dari pihak kepolisian.

Publik kini menunggu sikap nyata dari Kapolres Bangka Barat: apakah berani menindak para cukong tambang yang merusak laut dan merugikan negara, atau justru memilih menjadi bagian dari permainan mafia tambang yang sudah merajalela?

 ( TIM TIGA DEMENSI )
© Copyright 2022 - CAKRA 86