Padahal, jika merujuk pada peraturan hukum yang berlaku, pelaku bisa dijerat dengan pasal berlapis. Bukan hanya pelaku utama, tapi juga pihak yang terlibat dalam penyediaan lokasi, bandar, hingga pemain dapat dikenakan sanksi pidana.
Beberapa pasal yang dapat diterapkan antara lain:
- Pasal 303 KUHP tentang perjudian, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda maksimal Rp25 juta.
- Pasal 55 dan 56 KUHP, bagi mereka yang turut serta, membantu, atau memberikan fasilitas dalam kegiatan perjudian.
- Undang-Undang ITE, apabila perjudian turut menggunakan alat komunikasi atau daring untuk promosi dan perekrutan pemain.
- Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jika terbukti hasil perjudian digunakan untuk mencuci uang atau membiayai aktivitas lain.
Namun, semua potensi hukum itu seolah mandul ketika dihadapkan dengan kenyataan di lapangan. Lokasi perjudian tetap hidup, mesin dadu tetap berputar, dan Culi diduga terus mengeruk untung dari bisnis haram tersebut.
Masyarakat mempertanyakan: apa yang menghambat aparat menindak? Apakah ada beking kuat di belakang Culi? Ini menjadi pertanyaan yang kini menggema bukan hanya di Desa Puput, tapi juga di kalangan aktivis dan pemerhati hukum di Bangka Barat.
Sementara itu, awak media telah melaporkan kondisi ini langsung ke Jenderal Kapolda Bangka Belitung. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi atau penindakan yang terlihat di lokasi.
Jika aparat masih diam, bukan tak mungkin publik akan menganggap ada permainan lebih besar yang sengaja menutup mata terhadap praktik perjudian ini. Masyarakat menunggu: hukum harus hadir, bukan malah jadi tontonan.
(TIM 3 Demensi )
Social Header