Breaking News

Siswa SMA 3 Trauma Diduga Dibully Guru ED, Tak Mau Sekolah Lagi – TPPK Bungkam, Dinas Lempar Tanggung Jawab

Pangkalpinang, Bangka Belitung – Dunia pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kembali tercoreng. Seorang siswa di SMA Negeri 3 Pangkalpinang dikabarkan mengalami trauma mendalam hingga enggan kembali ke sekolah, diduga kuat akibat perundungan (bullying) yang dilakukan oleh oknum guru berinisial ED.

Kasus ini mencuat ke publik setelah viralnya pemberitaan di media online. Siswa yang diketahui berinisial C disebut mengalami tekanan mental dan kehilangan motivasi untuk belajar setelah menjadi korban perilaku tak pantas dari gurunya sendiri. Trauma yang dialami disebut begitu parah, hingga siswa tersebut takut bertemu guru dan beranggapan bahwa "semua guru itu jahat".

Dikonfirmasi, TPPK Bungkam

Tim 9 Jejak Kasus mencoba melakukan konfirmasi langsung ke pihak sekolah, khususnya Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) SMA Negeri 3 Pangkalpinang. Sayangnya, bukannya mendapat penjelasan rinci, tim hanya disambut sikap bungkam. Tak ada jawaban tegas, malah muncul kesan seolah-olah pihak sekolah mencoba menutup-nutupi permasalahan serius ini.

Kepala Sekolah SMA 3, Suryadi, saat dikonfirmasi hanya menyatakan bahwa proses sudah sesuai prosedur. “Assalamualaikum, sesuai dengan prosedur TPPK, orang tua sudah melapor ke sekolah, dan TPPK sekolah sudah meneruskan ke TPPK Dinas Provinsi,” ujarnya singkat.

Namun saat disinggung lebih jauh soal kemungkinan sanksi pidana terhadap guru ED, pihak sekolah memilih bungkam. Tak ada penjelasan apakah guru ED akan dikenakan sanksi tegas sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak.

Dinas Pendidikan Lempar Bola Panas

Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sekretaris Dinas Pendidikan, Azami, hanya menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Plt Kabid SMA, dan menyarankan awak media langsung mengonfirmasi ke Widodo selaku Plt Kabid SMA.

Plt Kabid SMA, Widodo, dalam keterangannya justru kembali melempar permasalahan ke pimpinan OPD Disdik Provinsi. “Waalaikum salam, terima kasih Bang atas atensinya. Kami koordinasi kembali dengan pimpinan OPD Disdik dulu sebagai jawaban resmi,” ujar Widodo.

Lebih lanjut, Widodo menyebut bahwa kasus ini telah dilaporkan kepada Plt Kadisdik, Pak Darlan, Kacabdin Wilayah I Sjamsul Bahri, dan Kepsek SMA 3 Suryadi. Mereka sepakat menunggu arahan OPD Disdik Provinsi sambil menunggu langkah Satgas Bullying tingkat sekolah dan provinsi.

Satgas Bergerak Jika Tak Ada Damai

Widodo mengungkapkan, jika penyelesaian secara kekeluargaan tidak tercapai, maka masalah ini akan dinaikkan ke Satgas Bullying tingkat Dinas Pendidikan Provinsi.

Namun publik mempertanyakan, apakah kasus serius seperti ini layak diselesaikan secara kekeluargaan? Apakah tidak seharusnya ada sanksi tegas dan langkah hukum demi memberi efek jera?

Pelaku Bisa Dipidana, Ini Dasar Hukumnya

Dugaan bullying terhadap anak, terlebih oleh tenaga pendidik, bukanlah perkara ringan. Menurut UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76C, disebutkan bahwa “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”.

Sanksinya pun tidak main-main. Dalam Pasal 80 UU tersebut, pelaku dapat dipenjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau didenda Rp72 juta. Bila korban mengalami luka berat atau trauma serius, ancaman hukuman meningkat hingga 15 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp3 miliar.

Mengingat siswa C telah mengalami trauma psikologis, kehilangan motivasi belajar, serta tidak ingin lagi ke sekolah, maka semestinya aparat dan dinas terkait tidak main-main dalam menangani kasus ini.

Siapa Bertanggung Jawab?

Pertanyaan besar pun muncul: siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah oknum guru ED akan diproses hukum? Apakah pihak sekolah yang lalai mengawasi? Atau Dinas Pendidikan yang tampak saling melempar bola?

Sementara pihak yang menjadi korban, yakni siswa dan keluarganya, harus menghadapi luka batin yang tidak ringan. Pendidikan seharusnya menjadi tempat tumbuh dan berkembang, bukan menjadi ladang kekerasan mental yang menghancurkan masa depan siswa.

Tim Investigasi Turun Tangan

Tim 9 Jejak Kasus masih terus melakukan investigasi dan berupaya mengonfirmasi lebih lanjut kepada pihak-pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan Provinsi, Kepala Cabang Dinas Wilayah I, hingga pihak kepolisian.

Masyarakat berharap kasus ini tidak disapu di bawah karpet demi menjaga citra sekolah. Siapa pun pelakunya, apalagi jika benar berasal dari kalangan pendidik, harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Bullying bukan sekadar masalah internal sekolah – ini adalah kejahatan terhadap masa depan bangsa.

Tim 9 – Jejak Kasus
© Copyright 2022 - CAKRA 86