Parittiga, Bangka Barat – Kecelakaan kerja kembali terjadi di tambang timah ilegal yang beroperasi di kawasan Hutan Lindung Sungai Kebiang, Dusun Penganak, Desa Air Gantang, Kecamatan Parittiga, Kabupaten Bangka Barat. Seorang pekerja tambang bernama Achmadi alias Mat Tato tewas mengenaskan akibat tertimbun longsoran tanah, Minggu (4/5/2025).
Tiga pekerja lain dilaporkan mengalami luka-luka cukup serius. Mereka adalah Dul, Roi, dan seorang anak dari saudara Bari, yang saat ini tengah menjalani perawatan intensif. Lokasi tambang tempat kejadian perkara diduga milik Ambron alias Merro, warga setempat yang disebut-sebut telah lama menjalankan aktivitas tambang ilegal dengan dukungan alat berat jenis ekskavator.
> “Kejadian ini tidak bisa dianggap sepele. Sudah ada korban jiwa dan luka-luka. Aparat tidak boleh menutup mata,” kata salah satu warga Parittiga yang enggan disebutkan namanya.
Tambang Beroperasi di Hutan Lindung, Hukum Dipertanyakan
Tambang tempat kejadian ini berada di wilayah hutan lindung, yang secara tegas dilarang untuk aktivitas pertambangan. Undang-undang sangat jelas melarang kegiatan seperti ini. Namun ironisnya, setelah insiden mematikan tersebut, lokasi tambang justru masih beroperasi, tanpa penyegelan, tanpa garis polisi, dan tanpa penindakan terhadap pemiliknya.
Sumber di lapangan menyebutkan bahwa terdapat sedikitnya empat unit ekskavator yang bekerja di lokasi tersebut. Aktivitas tambang disebut dilakukan secara terbuka dan tanpa pengawasan, baik dari Dinas Kehutanan, ESDM, maupun aparat kepolisian setempat.
> “Sudah lama aktivitas itu berlangsung. Warga tahu, aparat tahu. Tapi dibiarkan. Sekarang sudah makan korban, masa masih tetap dibiarkan?” ungkap seorang warga lainnya.
Desakan ke Polda dan Polres Bangka Barat
Warga menuntut Kapolres Bangka Barat dan Kapolda Kepulauan Bangka Belitung untuk segera turun tangan dan mengusut tuntas kejadian ini. Mereka juga mendesak agar aparat menyita alat berat di lokasi, menyegel lokasi tambang, dan memproses hukum pemilik tambang.
> “Kalau tidak ada tindakan, kami anggap aparat ikut bermain. Tidak ada alasan hukum yang bisa membenarkan pembiaran seperti ini,” ujar tokoh masyarakat setempat.
Melanggar Tiga Undang-Undang Sekaligus
Aktivitas tambang ilegal di kawasan ini terindikasi melanggar setidaknya tiga peraturan perundang-undangan:
1. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba
Penambangan tanpa izin diancam pidana penjara 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
2. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Kegiatan tambang di kawasan hutan lindung tanpa izin bisa dipidana hingga 10 tahun.
3. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kegiatan yang merusak lingkungan tanpa izin terancam pidana penjara dan denda.
Warga kini hanya bisa berharap ada keadilan yang ditegakkan. Karena jika aparat terus diam, bukan tidak mungkin akan muncul korban berikutnya.
(Tim Tiga Demensi)
Social Header